MENUJU MASYARAKAT RABBANI YANG DICITA-CITAKAN

Masyarakat rabbani memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki masyarakat manapun di seluruh dunia. Masyarakat yang tumbuh di atas tiga pondasi tauhid, yaitu Tauhid Uluhiyah, Tauhid Rububiyah serta Tauhid Asma’ dan Sifat. Setiap individu masyarakat rabbani berusaha mencegah tangan-tangan jahat yang mengganggu. Serta bersikap rendah hati dan tawadhu’ kepada setiap orang yang ingin menjadi bagian mereka. Berusaha menolong dan menjadi pelindung yang kuat dan tangguh.

Inilah karakter yang digambarkan secara detail dalam beberapa ayat Al Qur`an, di antaranya firman Allah:

مُّحَمَّدُُ رَّسُولُ اللهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّآءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي اْلإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْئَهُ فَئَازَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فاَسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمَا {29}

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih-sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaanNya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS Al Fath : 29).

Apabila setiap individu masyarakat rabbani ini melaksanakan kewajiban dan tidak banyak menuntut haknya, maka seluruh anggota masyarakat akan hidup damai satu hati satu kata, satu tujuan yaitu sama-sama mencari ridha Allah. Bahu-mambahu menjalankan ajaran syariat, melaksanakan perintah dan menjauhi laranganNya. Bersama-sama menjaga batas-batas halal dan haram. Dengan itu, Allah akan mencintai mereka dan merekapun cinta kepadaNya. Allah meridhai mereka dan merekapun ridha menerima anugrahNya.

Sudah menjadi kewajiban setiap muslim dimanapun ia berada untuk memikirkan problematika yang tengah dihadapi umat sekarang. Hendaklah ia mengerahkan kemampuan yang ada, untuk mewujudkan apa yang diharapkan umat darinya. Dan jangan memberi tempat bagi niat, selain hanya untuk mencari ridha Allah dalam dirinya. Janganlah pedulikan rentang waktu yang panjang. Jangan pula tergesa-gesa ingin cepat menuai hasil. Apabila Allah mengetahui niatnya yang ikhlas, niscaya Allah akan memudahkan baginya semua kebutuhan. Minimal ia merasa dekat dengan ridha Allah, sebagai imbalan jerih payah dan niat ikhlasnya, meskipun ia belum dapat menuai hasil yang ia harapkan.

Amanah ilmu yang dimiliki alim ulama, telah mendorong ide dan pena mereka untuk memperkenalkan keindahan dan keteduhan ajaran Islam, dalam segala bidang kehidupan manusia. Untuk menepis kesalahpahaman dan kekeliruan tentang Islam yang menghampiri pikiran orang-orang awam. Hal itu disebabkan realita pahit yang dialami umat Islam sendiri. Mereka sudah keluar jauh dari ajaran Islam dan telah mengabaikannya. Padahal dengan Islam itulah, Allah memberikan kekuasaan bagi umat ini di atas muka bumi.

Sejak pupusnya semangat kaum muslimin menangkis serangan yang penuh permusuhan dan kedengkian terhadap Islam, sejak persatuan mereka tercerai-berai di tanah air sendiri, dan sejak tercabik-cabiknya ikatan persaudaraan seiman dalam dada mereka, kaum muslimin saling berbeda persepsi tentang metodologi yang mereka anut dalam memahami Islam. Di samping itu, mereka juga berbeda persepsi tentang arah dan tujuan, hingga arah dan tujuan itu semakin jauh melenceng sejak beberapa kurun lamanya. Masing-masing kelompok merasa dirinyalah yang paling benar keislamannya daripada yang lain. Sehingga terbakarlah api kemarahan karena kebencian dan permusuhan yang sudah memuncak itu.

Tulisan ini, memberikan sekilas gambaran masyarakat Islami yang menjadi pusat perhatian segenap kaum muslimin di seluruh dunia. Masyakarat madani yang menjadi idaman dan harapan setiap muslim, terlebih para mushlihin (orang-orang yang mengadakan perbaikan). Pada hari ini, banyak di antara para mushlihin yang kehilangan gairah untuk melanjutkan tugas, karena harus merenovasi tatanan umat dari dasar kembali. Kalimat demi kalimat yang sederhana ini, juga terhitung sumbangsih untuk memotivasi dan membangkitkan gairah kerja membangun tatanan masyarakat Islami. Mudah-mudahan kalimat yang sederhana ini dapat menjadi penyembuh lara yang dalam.

KARAKTERISTIK MASYARAKAT RABBANI

Al Qur`an laksana puncak menjulang tinggi yang mengatasi seluruh puncak yang ada. Seluruh perhatian tertuju kepadanya dari segala penjuru. Berbagai harapan, impian, janji-janji, hidayah serta petunjuk dapat diraih darinya setelah masyarakat dunia tenggelam dalam kehampaan, berjalan terseok-seok dengan wajah muram dalam keputusasaan, akhirnya  terbaring lemah di atas kepiluan.

Al Qur`an telah berhasil menempa masyarakat rabbani generasi pertama melalui bimbingan Rasulullah, sebagai hamba dan utusan Allah, sebagai pembimbing, muallim, ustadz dan teladan umat ini. Beliau n berhasil membentuk sebuah generasi yang sebelumnya tertawan oleh keyakinan syirik dan adat jahiliyah. Padahal sebelumnya tidak seorangpun yang mengira Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa lolos dari cengkraman kuku-kuku jahiliyah itu. Hingga Allah mengutusnya ke tengah-tengah mereka. Dan Al Qur’an itupun menjadi mukjizat terbesar bagi mereka sepanjang zaman. Mukjizat yang berbicara tentang diri Beliau n dan tentang mereka kepada generasi yang akan datang.

Mukjizat yang telah menyinari seluruh umat manusia itu telah mencatat secara valid, ringkas dan menakjubkan sejarah kehidupan generasi rabbani. Al Qur`an ini pula yang kemudian membangun tatanan masyarakat rabbani dari dasar setelah tiang-tiang penyangganya runtuh. Sekiranya Allah l tidak mencurahkan rahmatNya, niscaya sirnalah sisa-sisa reruntuhan itu. Sampai sekarang, panji-panji generasi Salaf -generasi sahabat- itu masih jelas kelihatan. Umat pada setiap zaman dapat melihatnya. Mereka akan menemukan harapan besar, yang dapat memperbaiki kembali tatanan kehidupan dari awal, bilamana mereka telah bertekad untuk kembali kepada tatanan masyrakat rabbani.

Seorang insan mukmin yang senatiasa membuka cakrawala pikirannya saat mentadabburi Al Qur`an, dapat melihat bentuk dan contoh-contoh yang menggambarkan seluruh dimensi kehidupan manusia, tentang alam, lingkungan dan kehidupan. Bentuk dan contoh-contoh yang memaparkan kepadanya segala bentuk kesempurnaan itu, akan membuat dadanya dipenuhi rasa takjub dan keimanan. Ia selalu ingat firman Allah :

وَإِذَا مَآأُنزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا فَأَمَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ {124}

Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: “Siapa di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?” Adapun orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira. (QS At Taubah : 124).

Kita ambil satu contoh firman Allah :

وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِى إِسْرَاءِيلَ لاَ تَعْبُدُونَ إِلاَّ اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُو الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلاَّ قَلِيلاً مِّنكُمْ وَأَنتُم مُّعْرِضُونَ {83} وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ لاَ تَسْفِكُونَ دِمَائَكُمْ وَلاَ تَخْرِجُونَ أَنفُسَكُم مِّن دِيَارَكُمْ ثُمَّ أَقْرَرْتُمْ وَأَنتُمْ تَشْهَدُونَ {84}

Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu) “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat”. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu (yaitu) “Kamu tidak akan menumpahkan darahmu (membunuh orang), dan kamu tidak akan mengusir dirimu (saudaramu sebangsa) dari kampung halamanmu”, kemudian kamu berikrar (akan memenuhi) sedang kamu mempersaksikannya. (QS Al Baqarah : 83-84)

Dengan untaian kalimat yang sederhana, kedua ayat di atas, secara sekilas melukiskan keindahan nan elok masyarakat rabbani. Yaitu generasi yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan jauh dari perangai buruk. Menggambarkan kepada kita ciri keimanan yang membedakannya dengan model masyarakat lain. Itulah masyrakat yang ditempa dengan bimbingan wahyu samawi. Masyarakat yang menjadi tempat berteduh bagi seorang insan, tempat ia mencari kesejukan hati dan perasaan tenang. Sebuah masyarakat, hanya akan menjadi baik bila ciri-ciri masyarakat rabbani tampak pada mereka. Sehingga mereka menjadi masyarakat yang berjalan di atas fitrah. Dengan fitrah itu, mereka dapat menolak segala bentuk kepalsuan yang banyak tersebar di tengah-tengah masyarakat, sebagai buah hasil tangan dan akal manusia yang jauh dari bimbingan wahyu samawi.

BAHAYA MENYIMPANG DARI KARAKTERISTIK TERSEBUT

Jika keempat karakter ini telah dimiliki masyarakat secara sempurna, maka mereka berhak disebut masyarakat rabbani. Setiap penyimpangan dari karakter itu akan menodai kesucian mereka. Sementara itu, kekuatan masyarakat rabbani terletak pada ketahanan masing-masing individunya. Jika ketahanan mereka melemah, maka hal itu merupakan sinyal melemahnya karakter tersebut. Bilamana hal itu berlarut, mereka bakal menerima azab dan kemurkaan Allah .

Jikalau ada sejumlah kecil oknum yang melakukan hal yang bertetangan dengan karakteristik masyarakat rabbani, tentulah mereka melakukannya dengan rasa takut dan malu-malu. Pelakunya akan merasa terkucil dari masyarakat. Sehingga tidak ada pilihan lain baginya, kecuali kembali kepada karakteristik itu agar ia dapat diterima di tengah-tengah masyarakat rabbani. Hukuman yang diterimanya sudah cukup menjadi pelajaran untuk segera kembali ke jalan yang benar.

Akan tetapi jika oknum yang menyimpang dari keempat karakter itu sangat banyak, atau pengaruh mereka sangat dominan, maka harus diwaspadai, ini merupakan sinyal meluasnya kerusakan, merajalelanya kemungkaran dan kebatilan. Juga sebagai isyarat terkekangnya ruang gerak para mushlihin (da’i-da’i kepada perbaikan). Jalan terbaik bagi mereka kala itu ialah, kembali kepada Allah. Firman Allah :

فَفِرُّوا إِلَى اللهِ إِنِّي لَكُم مِّنْهُ نَذِيرٌ مُّبِينٌ {50}

Maka segeralah kembali kepada (menta’ati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu. (QS Adz Dzariyat : 50).

Maksud bersegera kembali disini ialah, segera mengatasi kerusakan dan berpegang teguh dengan tali Allah, hingga Allah menyingkap bala yang menimpa serta melenyapkan kebatilan yang merajalela.

Dalam kondisi demikian, maka seluruh anggota masyarakat harus bersatu melenyapkan segala kemungkaran dan kebatilan. Rasulullah  bersabda :

مَا مِنْ قَوْمٍ يُعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي هُمْ أَعَزُّ وَأَكْثَرُ مِمَّنْ يَعْمَلُهُ لَمْ يُغَيِّرُوهُ إِلَّا عَمَّهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ

Tidak satupun kaum yang terjadi kemaksiatan di tengah-tengah mereka, meskipun mayoritas mereka tidak melakukannya namun juga tidak mencegah kemaksiatan itu, kecuali Allah akan menurunkan azabnya secara merata kepada mereka. (HR Ahmad IV/361; Abu Dawud no. 4339; Ibnu Majah no. 4001, dari Jarir dengan sanad hasan, dan didukung juga oleh hadits dari Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu .

Pembaca tentu sudah memaklumi, bahwa masyarakat rabbani yang kami sebutkan terdahulu ialah, masyarakat yang memiliki keistimewaan berupa karakter rabbani yang melekat pada diri mereka. Adapun masyarakat yang tidak memiliki karakter tersebut tidak dinamakan masyarakat rabbani, dan mereka tidak mendapat jaminan perlindungan dari azab Allah.

Masyarakat Islam sekarang ini belum memiliki karakter rabbani tersebut. Ciri rabbani telah hilang pada diri mereka, kecuali yang masih tersisa pada segelintir orang. Yaitu orang-orang yang berpegang teguh dengan nilai-nilai Al Qur`an dan As Sunnah menurut paham generasi Salaf. Yakni generasi sahabat yang senantiasa mengharap kepada Allah dengan penuh rasa cemas. Semoga mereka bertemu dengan Allah dalam keadaan meridhai mereka. Mereka senatiasa melaksanakan perintah Allah dan berjalan di atas Sunnah Rasulullah, berusaha menghubungkan anggota-anggota masyarakatnya kepada petunjuk dan Sunnah Rasul.

Posted on November 30, 2009 at 9:11 am

Download Audio: Tanda-Tanda Hati Yang Sehat (Ustadz Yazid Jawas) [PENTING]

Alhamdulillah, saudaraku -rahimakumullah- silakan download kajian yang sangat penting yang di sampaikan oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas dengan tema ” Tanda-tanda Hati yang  Sehat dan Sakit “. Semoga bermanfaat bagi kaum muslimin. Silakan download pada link berikut ini:
Tanda-tanda Hati yang Sehat dan Sakit
Sumber: moslemsunnah.wordpress.com
Posted in DOWNLOAD AUDIO, Tazkiyatun Nufus Tagged: bersih hati, DOWNLOAD […]

Oleh Al Ustadz Al Fadhil Abu Hamzah Yusuf Al Atsari(Mudir Ma’had Adhwa’ as Salaf, Bandung)

Sebenarnya dukun dan perdukunan bukanlah sesuatu yang baru atau asing dalam sejarah kehidupan manusia. Keberadaannya sudah sangat lama, bahkan sebelum datangnya Islam dan diutusnya Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَؤُلَاءِ أَهْدَى مِنَ الَّذِينَ ءَامَنُوا سَبِيلًا
“Apakah kamu tidak memerhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al-Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, serta mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Makkah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman.” (An-Nisa’: 51)

Ath-Thabari rahimahullahu menyebutkan dalam Tafsirnya (2/7726), dengan sanadnya sendiri dari Sa’id bin Jubair, bahwa –berkenaan dengan ayat ini– ia mengatakan, yang dinamakan jibt dalam bahasa Habasyah adalah sahir (tukang sihir) sedangkan yang dimaksud dengan thaghut adalah kahin (dukun).

Kala itu, perdukunan benar-benar mendapat tempat di hati banyak orang. Karena mereka meyakini, para dukun mempunyai pengetahuan tentang ilmu ghaib. Orang-orang pun berduyun-duyun mendatanginya, mengadukan segala permasalahan yang dihadapinya untuk kemudian menjalankan petuah-petuahnya.

Al-Imam Muslim rahimahullahu di dalam kitab Shahihnya, bab Tahrimul Kahanah wa Ityanul Kahin, meriwayatkan dari Mu’awiyah bin Al-Hakam As-Sulami radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia menceritakan: Aku sampaikan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beberapa hal yang pernah kami lakukan di masa jahiliah, yaitu bahwa kami biasa mendatangi para dukun. Beliau kemudian bersabda:
فَلَا تَأْتُوا الْكُهَّانَ. قَالَ: قُلْتُ: كُنَّا نَتَطَيَّرُ. قَالَ: ذَاكَ شَيْءٌ يَجِدُهُ أَحَدُكُمْ فِي نَفْسِهِ فَلَا يَصُدَّنَّكُمْ
“Jangan sekali-kali kalian mendatangi dukun-dukun itu.” Aku ceritakan lagi kepada beliau, “Kami biasa ber-tathayyur.” Beliau bersabda: “Itu hanyalah sesuatu yang dirasakan oleh seseorang di dalam dirinya. Maka, janganlah sampai hal itu menghalangi kalian.”

Yang diistilahkan dukun itu sendiri adalah orang-orang yang mengabarkan hal-hal yang akan terjadi di kemudian hari, melalui bantuan setan yang mencuri-curi dengan berita dari langit. Maka, dukun adalah orang-orang yang mengaku dirinya mengetahui ilmu ghaib, sesuatu yang tidak tersingkap dalam pengetahuan banyak manusia.
Padahal, di dalam Al-Qur’an disebutkan dengan jelas dan pasti, bahwa hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mengetahui yang ghaib, adapun selain-Nya tidak.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
Katakanlah: “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. (An-Naml: 65)

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا
“(Dia adalah Rabb) Yang mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu.” (Al-Jin: 26)
وَمَا كَانَ اللهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنَّ اللهَ يَجْتَبِي مِنْ رُسُلِهِ مَنْ يَشَاءُ فَآمِنُوا بِاللهِ وَرُسُلِهِ وَإِنْ تُؤْمِنُوا وَتَتَّقُوا فَلَكُمْ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar.” (Ali ‘Imran: 179)

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Al-An’am: 59)

فَقُلْ إِنَّمَا الْغَيْبُ لِلَّهِ فَانْتَظِرُوا إِنِّي مَعَكُمْ مِنَ الْمُنْتَظِرِينَ
Maka katakanlah: “Sesungguhnya yang ghaib itu kepunyaan Allah, sebab itu tunggu (sajalah) olehmu, sesungguhnya aku bersama kamu termasuk orang-orang yang menunggu.” (Yunus: 20)

Al-Qadhi Iyadh rahimahullahu berkata: “Perdukunan yang dikenal di dunia Arab terbagi menjadi tiga jenis:
Pertama: Seseorang mempunyai teman dari kalangan jin, yang memberi tahu kepadanya dari usaha mencuri-curi dengar berita langit. Jenis ini sudah lenyap1 sejak Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kedua: Setan mengabarkan kepadanya sesuatu yang terjadi di tempat-tempat lain yang tidak bisa diketahuinya secara langsung, baik dekat maupun jauh. Yang demikian tidaklah mustahil keberadaannya.

Ketiga: Ahli nujum. Untuk jenis ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan kekuatan tertentu pada diri sebagian manusia. Akan tetapi, kebohongan di dalamnya biasanya lebih dominan. Di antara jenis ilmu seperti itu, adalah ilmu ramal, pelakunya disebut peramal atau paranormal. Biasanya orangnya mengambil petunjuk dari premis-premis dan sebab-sebab tertentu untuk mengetahui persoalan-persoalan tertentu, serta didukung dengan perdukunan, perbintangan, atau sebab-sebab lain.
Jenis-jenis seperti inilah yang disebut dengan perdukunan. Semuanya itu, dianggap dusta oleh syariat. Syariat juga melarang mendatangi dan membenarkan perkataan mereka.” (Syarh Shahih Muslim, 7/333)

Menjamurnya Dukun Atau Paranormal

Kemajuan peradaban manusia, seringkali diukur dengan kemajuan teknologi dan semakin lepasnya masyarakat dari praktik-praktik berbau tahayul. Namun begitu, di zaman sekarang ini praktik perdukunan justru marak bak cendawan di musim penghujan.
Penting diketahui, sebenarnya praktik perdukunan bukanlah khas masyarakat tribal (kesukuan) dan tradisional yang melambangkan keterbelakangan. Bangsa maju dan modern di Eropa dan Amerika yang mengagungkan rasionalitas juga punya sejarah perdukunan, berwujud santet (witchcraft).

Di Indonesia, praktik perdukunan memiliki akar kuat dalam sejarah bangsa, bahkan dukun dan politik merupakan gejala sosial yang lazim. Kontestasi politik untuk merebut kekuasaan pada zaman kerajaan di Indonesia pramodern selalu ditopang kekuatan magis.
Semuanya ini memberikan gambaran yang nyata, bahwa perdukunan memang sudah dikenal lama oleh masyarakat kita. Dan ilmu ini pun turun-menurun saling diwarisi oleh anak-anak bangsa, hingga saat ini para dukun masih mendapatkan tempat bukan saja di sisi masyarakat tradisional, tetapi juga di tengah lingkungan modern.

Walhasil kini mereka yang pergi ke dukun kemudian percaya pada kekuatan magis dan menjalankan praktik perdukunan tak mengenal status sosial: kelas bawah, menengah bahkan atas. Sensasi para dukun itu mampu melampaui semua tingkat pendidikan. Banyak di antara mereka yang datang ke dukun merupakan representasi orang-orang terpelajar yang berpikiran rasional.
Sebenarnya, dukun atau paranormal tidak ada bedanya, karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu mengemukakan, bahwa paranormal adalah nama lain dari dukun dan ahli nujum (Fathul Majid, hal. 338). Maka, dukun atau paranormal adalah dua nama yang saling terkait, kadang salah satunya menjadi penanda bagi yang lainnya.

Belakangan, di tanah air kita, fenomena perdukunan dan ramalan semakin menggeliat seiring dengan suasana yang kondusif bagi para pelakunya untuk tampil berani tanpa ada beban. Berapa banyak iklan-iklan yang menawarkan jasa meramal cukup via SMS, yang dalam istilah mereka bermakna Supranatural Messages Service. Atau juga, praktik pengobatan alternatif yang sudah menjadi suguhan iklan harian di koran-koran dan tabloid.

Berapa banyak sekarang ini penderita penyakit yang tidak terdeteksi penyakitnya sekalipun telah memanfaatkan kemajuan teknologi kedokteran. Usut punya usut, salah satu penyebabnya adalah karena penyakit tersebut merupakan penyakit “pesanan” yang dikirim oleh para dukun dengan menggunakan kekuatan ghaib bernama setan.

Bahaya Mendatangi Dukun dan Peramal

Al-Imam Bukhari dan Muslim rahimahumallah dalam kitab Shahih keduanya, meriwayatkan hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa ia berkata: Saya tanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ya Rasulullah, sesungguhnya para dukun itu mengatakan sesuatu kepada kami, dan ternyata apa yang dikatakannya itu benar terjadi.” Beliau kemudian bersabda:
تِلْكَ الْكَلِمَةُ الْحَقُّ يَخْطَفُهَا الْجِنِّيُّ فَيَقْدِفُهَا فِى أُذُنِ وَلِيِّهِ، وَيَزِيْدُ فِيْهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ
“Kata yang benar itu disambar oleh jin dan kemudian dibisikkan ke telinga pengikutnya. Tapi setiap satu kata yang benar itu dicampur dengan seratus kebohongan.” (HR. Al-Bukhari no. 5762, Muslim no. 2228)

Dalam riwayat lainnya, yang dikemukakan oleh Al-Imam Muslim rahimahullahu, disebutkan bahwa ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan: “Orang-orang bertanya kepada Rasulullah tentang kebenaran para dukun.” Beliau menjawab: “Tidak ada apa-apanya.” Mereka lantas berkata: “Mereka itu (dukun) terkadang mengatakan sesuatu yang kemudian benar-benar terjadi.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
تِلْكَ الْكَلِمَةُ مِنَ الْجِنِّ يَخْطَفُهَا الْجِنِّيُّ فَيَقُرُّهَا فِى أُذُنِ وَلِيِّهِ قَرَّ الدَّجَاجَةِ فَيَخْلِطُوْنَ فِيْهَا أَكْثَرَ مِنْ مِائَةِ كَذْبَةٍ
“Kalimat itu berasal dari kalangan jin yang disambar oleh salah seorang jin, lalu ia bisikkan ke dalam telinga pengikutnya seperti suara ayam betina, lalu mereka mencampurnya dengan lebih dari seratus kebohongan.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم
“Barangsiapa mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu membenarkan perkataannya, berarti itu telah kufur kepada apa yang telah diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Ahmad dalam Musnadnya no. 9541)

Ibnu Atsir rahimahullahu menjelaskan, “Yang dimaksud dengan tukang ramal adalah ahli nujum atau orang pandai yang mengaku mengetahui ilmu ghaib, padahal hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mengetahui persoalan ghaib. Tukang ramal itu masuk dalam kategori dukun.”

Dalam kitab Shahihnya, Al-Imam Muslim rahimahullahu mengutip hadits dari Nafi’, dari Shafiyyah, dari beberapa istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
“Siapa yang mendatangi arraf (tukang ramal) lalu menanyakan sesuatu kepadanya, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh malam.”

Al-Imam Nawawi rahimahullahu menjelaskan, “Yang dimaksud dengan tidak diterima shalatnya adalah bahwa shalat yang dilakukannya itu tidak diberi pahala, sekalipun shalat yang dilakukannya itu sudah tentu tetap bisa menggugurkan kewajibannya sehingga tidak perlu diulang kembali. Para ulama sepakat bahwa hal itu tidak berarti menuntut orang yang mendatangi tukang ramal untuk mengulangi shalatnya selama empat puluh hari. Wallahu a‘lam.” (Syarh Shahih Muslim, 7/336)

Bertolak dari dalil-dalil di atas, setidaknya ada dua bahaya yang mengancam orang-orang yang mendatangi dan menanyakan sesuatu kepada dukun atau paranormal:
Pertama, kekafiran, jika meyakini kebenaran dukun dan meyakini tukang ramal itu sebagai orang yang mengetahui hal ghaib.
Kedua, mendekati kekufuran, jika membenarkan berita yang disampaikannya dari hal yang ghaib. Dengan alasan, dukun dan paranormal menyampaikan hal yang ghaib dari informasi jin yang mencuri-curi dengar berita langit.
Hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala lah kita memohon perlindungan. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memperbanyak jumlah para pelayan-pelayan setan (dukun), serta membongkar kejahatan mereka.
Wallahul musta’an.

1 Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ada yang berpendapat sudah lenyap, tidak ada lagi. Ada juga yang berpendapat masih terjadi. Di antara yang menguatkan pendapat kedua dari ulama masa kini adalah Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dan Asy-Syaikh Shalih Alu Syaikh. (ed).Disalin dari Majalah Asy Syari’ah


0 Responses to “As Sunnah”



  1. Leave a Comment

Leave a comment




April 2024
M T W T F S S
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
2930